Di balik gerakan-gerakan dinamis dan penuh risiko yang tampak brutal, tersimpan nilai-nilai luhur budaya, filosofi hidup, dan semangat ksatria masyarakat Sumbawa. Lebih dari sekedar tarian, Peresean merupakan manifestasi budaya yang sarat makna, sebuah warisan leluhur yang hingga kini masih lestari dan terus dijaga kelangsungannya.
Sejarah dan Asal-usul Tari Peresean:
Sejarah Tari Peresean sulit dipisahkan dari sejarah kerajaan-kerajaan di Sumbawa. Tidak ada catatan tertulis yang secara pasti menyebutkan kapan tepatnya tarian ini muncul. Namun, berdasarkan cerita turun-temurun, Peresean dipercaya telah ada sejak abad ke-16, bahkan mungkin lebih lama lagi. Beberapa ahli sejarah mengaitkan asal-usulnya dengan sistem pemerintahan dan pertahanan kerajaan-kerajaan di Sumbawa yang kala itu sering terlibat konflik antar kerajaan maupun pertahanan terhadap serangan dari luar.
Peresean awalnya bukanlah tarian yang ditampilkan untuk hiburan semata. Ia merupakan latihan bela diri dan uji nyali para prajurit muda kerajaan. Mereka berlatih dengan menggunakan rotan dan perisai untuk meningkatkan kemampuan bertarung dan mengasah mental. Seiring berjalannya waktu, Peresean berevolusi menjadi sebuah pertunjukan yang tetap mempertahankan unsur-unsur bela diri, namun juga diiringi oleh ritual-ritual dan tata cara tertentu yang sarat makna simbolik.
Alat dan Perlengkapan Tari Peresean:
Tari Peresean menggunakan alat-alat yang terkesan sederhana namun memiliki makna filosofis yang mendalam. Dua alat utama yang digunakan adalah:
-
Ende (Rotan): Ende adalah cambuk panjang yang terbuat dari rotan pilihan. Rotan ini dipilih secara khusus, harus lentur namun kuat, mencerminkan kekuatan dan kelenturan seorang pejuang yang tangguh. Ukuran dan berat ende disesuaikan dengan kesepakatan kedua penari. Ende bukan sekadar alat pukul, melainkan simbol kekuatan, keberanian, dan kehormatan.
-
Perisai (Padang): Perisai terbuat dari kulit kerbau atau sapi yang dikeringkan dan dibentuk sedemikian rupa. Perisai ini berfungsi sebagai pelindung tubuh dari serangan ende lawan. Padang juga mencerminkan ketangguhan dan ketahanan diri dalam menghadapi tantangan hidup.
Selain ende dan padang, terdapat beberapa perlengkapan lain yang digunakan, seperti:
- Penutup kepala (Sige): biasanya terbuat dari kain yang diikat di kepala, berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan.
- Baju dan Celana: Biasanya menggunakan baju dan celana adat Sumbawa yang sederhana.
- Ikat pinggang (Sampur): Berfungsi sebagai pengikat pakaian dan sekaligus sebagai simbol kekuatan dan kehormatan.
Tata Cara dan Gerakan Tari Peresean:
Pertunjukan Peresean diawali dengan gerakan-gerakan yang terkesan lambat dan penuh perhitungan. Kedua penari saling mengamati dan mencari celah untuk menyerang. Gerakan-gerakan kemudian semakin cepat dan dinamis, diiringi oleh suara hentakan rotan dan teriakan para penonton. Meskipun tampak brutal, sebenarnya ada aturan-aturan yang harus ditaati agar tidak terjadi cedera serius. Kedua penari harus menghormati lawan dan tidak boleh menyerang bagian tubuh tertentu yang dianggap vital. Pertarungan lebih menekankan pada strategi dan kecepatan daripada kekuatan semata.
Setelah pertunjukan berakhir, kedua penari saling menghormati dan berjabat tangan sebagai tanda persahabatan dan sportifitas. Tidak ada rasa dendam atau permusuhan di antara mereka. Justru, mereka saling menghargai keberanian dan kemampuan lawan.
Filosofi dan Makna Tari Peresean:
Tari Peresean bukan sekadar pertunjukan fisik, melainkan sarat dengan filosofi dan makna yang mendalam. Beberapa makna yang terkandung di dalamnya antara lain:
- Keberanian dan Kepahlawanan: Peresean menumbuhkan dan melatih keberanian serta kepahlawanan para penarinya. Mereka harus berani menghadapi tantangan dan risiko cedera.
- Sportivitas dan Kesopanan: Meskipun tampak brutal, Peresean mengajarkan nilai sportivitas dan kesopanan. Kedua penari harus menghormati lawan dan tidak boleh menyerang secara curang.
- Keterampilan dan Strategi: Peresean menuntut keterampilan dan strategi yang tinggi. Para penari harus mampu menguasai teknik memegang ende dan padang, serta mampu membaca gerakan lawan.
- Ketahanan Fisik dan Mental: Peresean membutuhkan ketahanan fisik dan mental yang kuat. Para penari harus mampu menahan rasa sakit dan lelah selama pertunjukan.
- Kerukunan dan Persatuan: Peresean juga menjadi simbol kerukunan dan persatuan masyarakat Sumbawa. Pertunjukan ini mampu menyatukan masyarakat dari berbagai latar belakang.
Pelestarian Tari Peresean:
Pemerintah dan masyarakat Sumbawa sangat menyadari pentingnya melestarikan Tari Peresean. Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga kelangsungan tarian ini, antara lain:
- Pendidikan dan Pelatihan: Pemerintah dan lembaga budaya setempat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Tari Peresean bagi generasi muda.
- Pementasan Teratur: Tari Peresean secara rutin dipentaskan dalam berbagai acara adat, festival budaya, dan event pariwisata.
- Dokumentasi dan Publikasi: Upaya dokumentasi dan publikasi Tari Peresean terus dilakukan untuk memperkenalkan tarian ini kepada masyarakat luas.
- Penetapan sebagai Warisan Budaya: Tari Peresean telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda Indonesia, sehingga mendapat perlindungan hukum dan dukungan pemerintah.
Kesimpulan:
Tari Peresean bukanlah sekadar tarian, melainkan sebuah manifestasi budaya yang kaya akan nilai-nilai luhur. Ia merupakan warisan leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang. Di balik gerakan-gerakan dinamis dan penuh risiko, tersimpan filosofi hidup, semangat ksatria, dan nilai-nilai luhur masyarakat Sumbawa yang patut dipelajari dan dihargai. Dengan memahami makna dan filosofi di balik Tari Peresean, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya Indonesia yang begitu beragam dan mempesona. Melalui pelestariannya, kita turut menjaga warisan budaya bangsa yang tak ternilai harganya. Semoga Tari Peresean tetap lestari dan terus memukau dunia dengan keunikan dan pesonanya. Bukan hanya sebagai pertunjukan, tetapi sebagai simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Sumbawa, bahkan Indonesia.