Jejak kekuasaannya tak hanya terpatri dalam prasasti batu dan reruntuhan candi megah, tetapi juga terdokumentasikan dalam berbagai naskah kuno yang tersebar di berbagai wilayah Nusantara, termasuk di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang menyimpan sejumlah naskah tua Sasak. Kajian terhadap naskah-naskah ini membuka jendela baru untuk memahami sejauh mana pengaruh Majapahit, baik secara politik, ekonomi, maupun kultural, terhadap masyarakat Sasak di masa lalu. Artikel ini akan membahas jejak Majapahit dalam naskah-naskah tua Sasak, dengan menekankan pentingnya analisis historiografis untuk menginterpretasi temuan-temuan tersebut.
Naskah-naskah tua Sasak, sebagian besar ditulis dalam aksara Pegon (Arab Melayu), menyimpan beragam informasi, mulai dari silsilah raja-raja, cerita rakyat, hingga ajaran agama Islam. Namun, di balik lapisan cerita-cerita lokal tersebut, tersimpan pula jejak-jejak pengaruh Majapahit yang terkadang samar dan membutuhkan interpretasi yang cermat. Tidak seperti prasasti yang secara eksplisit menyebutkan nama Majapahit dan raja-rajanya, jejak Majapahit dalam naskah Sasak lebih bersifat implisit, tersirat dalam struktur sosial, sistem pemerintahan, dan bahkan kosa kata yang digunakan.
Salah satu indikator penting pengaruh Majapahit adalah sistem pemerintahan yang tergambar dalam beberapa naskah. Meskipun sistem pemerintahan tradisional Sasak memiliki karakteristiknya sendiri, beberapa naskah menunjukkan adanya struktur kekuasaan yang terhierarki, mirip dengan sistem pemerintahan Majapahit yang berpusat pada raja (ratu) dan dibantu oleh para pejabat. Gelar-gelar kebangsawanan yang digunakan dalam naskah Sasak, meskipun mungkin telah mengalami adaptasi dan perubahan seiring berjalannya waktu, menunjukkan kemiripan dengan sistem gelar dalam lingkungan istana Majapahit. Kajian komparatif terhadap gelar-gelar tersebut dengan naskah-naskah dan prasasti Majapahit dapat memberikan petunjuk mengenai hubungan historis antara kedua entitas tersebut.
Selain sistem pemerintahan, pengaruh Majapahit juga terlihat dalam aspek ekonomi. Beberapa naskah Sasak menyebutkan perdagangan rempah-rempah dan komoditas lainnya, yang merupakan pilar penting perekonomian Majapahit. Pulau Lombok, sebagai bagian dari jalur perdagangan maritim, kemungkinan besar turut terintegrasi dalam sistem ekonomi Majapahit. Naskah-naskah tersebut, meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan keterlibatan Majapahit dalam perdagangan tersebut, dapat memberikan informasi tentang jenis komoditas yang diperdagangkan, jalur perdagangan yang digunakan, dan peran masyarakat Sasak dalam jaringan ekonomi regional tersebut. Analisis lebih lanjut dengan membandingkan data dari naskah Sasak dengan catatan-catatan sejarah Majapahit dari sumber lain, seperti kitab Pararaton dan Nagarakertagama, akan memperkaya pemahaman kita tentang peran Lombok dalam ekonomi Majapahit.
Aspek kultural juga menunjukkan jejak pengaruh Majapahit yang signifikan. Arsitektur tradisional Sasak, meskipun telah mengalami perkembangan dan adaptasi, menunjukkan beberapa kemiripan dengan gaya arsitektur yang berkembang di masa Majapahit. Unsur-unsur tertentu dalam seni ukir dan motif hias pada bangunan tradisional Sasak menunjukkan kemiripan dengan motif-motif yang ditemukan pada candi dan bangunan-bangunan peninggalan Majapahit. Meskipun perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan hubungan langsung antara kedua gaya tersebut, kemiripan tersebut setidaknya menunjukkan adanya proses difusi budaya yang terjadi antara Majapahit dan masyarakat Sasak.
Pengaruh Majapahit dalam bidang agama juga perlu diperhatikan. Meskipun agama Hindu-Buddha merupakan agama resmi Majapahit, naskah-naskah Sasak yang sebagian besar bercorak Islam menunjukkan adanya proses sinkretisme budaya yang kompleks. Proses islamisasi di Lombok tidak serta-merta menghapus pengaruh budaya Hindu-Buddha yang telah ada sebelumnya. Beberapa ritual dan kepercayaan tradisional Sasak mungkin masih menyimpan sisa-sisa pengaruh Hindu-Buddha yang diperkenalkan melalui kontak dengan Majapahit. Penelitian lebih lanjut tentang kosmologi dan ritual keagamaan dalam naskah Sasak dapat mengungkapkan lapisan-lapisan pengaruh budaya yang saling berinteraksi.
Namun, dalam menginterpretasi jejak Majapahit dalam naskah tua Sasak, kita perlu berhati-hati dan menghindari generalisasi yang berlebihan. Penting untuk mempertimbangkan konteks historis dan sosial budaya masyarakat Sasak pada masa tersebut. Naskah-naskah tersebut merupakan hasil rekaman dari berbagai individu dan kelompok, dengan perspektif dan kepentingan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, analisis historiografis yang kritis dan komprehensif sangatlah penting untuk menghindari kesimpulan yang bias atau keliru.
Metodologi penelitian yang komprehensif diperlukan untuk menelusuri jejak Majapahit dalam naskah Sasak. Hal ini mencakup transliterasi dan terjemahan naskah, analisis isi, studi komparatif dengan sumber-sumber sejarah lainnya, dan analisis konteks sosial budaya. Kerjasama antar disiplin ilmu, seperti sejarah, antropologi, dan linguistik, akan sangat membantu dalam memahami makna dan implikasi dari temuan-temuan tersebut.
Kesimpulannya, naskah-naskah tua Sasak menawarkan potensi besar untuk mengungkap jejak-jejak pengaruh Majapahit di Pulau Lombok. Meskipun jejak tersebut terkadang samar dan memerlukan interpretasi yang cermat, analisis historiografis yang kritis dan komprehensif dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan historis antara Kekaisaran Majapahit dan masyarakat Sasak. Penelitian lebih lanjut, dengan melibatkan berbagai metode dan pendekatan interdisipliner, sangat penting untuk mengungkap kekayaan informasi yang tersimpan dalam naskah-naskah tersebut dan memperkaya pemahaman kita tentang sejarah Nusantara. Dengan demikian, kita dapat membangun narasi sejarah yang lebih lengkap dan akurat, yang tidak hanya berfokus pada pusat kekuasaan, tetapi juga mempertimbangkan pengalaman dan kontribusi masyarakat lokal dalam membentuk sejarah bangsa.